To whom it may concern,
Nama saya Nata. Selama 17 tahun hidup, saya baru merasa "hidup" 3 tahun belakangan. Tidak, bukan karena saya koma bertahun-tahun. Iya, ada beberapa perubahan yang terjadi pada diri saya dalam kurun waktu 3 tahun. Perubahan yang menyokong pematangan pikiran dan karakter, thus membuat saya merasa hidup dan menjadi pribadi yang lebih solid dan mature dari sebelumnya, walaupun masih kurang. Perubahan ini disebabkan oleh serangkaian kejadian dalam kehidupan saya. Yang tidak salah satupun darinya saya sesali. Saya akan bercerita tentang kejadian apa saja yang mengakibatkan perubahan yang cukup signifikan pada diri saya. Pertama adalah masalah. Tidak, ini bukan mengutip Fajril, lagi-lagi masalah adalah komponen penting dalam hidup, sangat penting bahkan. Dengan punya masalah, kita diharuskan untuk refleksi, kontemplasi, dan mencari solusi. Ketiga hal tersebut mengharuskan kita berpikir. Jika kalian sudah dapat berpikir dengan baik, maka selamat, kalian hidup. Masalah membantu kita tumbuh, saya sudah mengalaminya. Jadi begini, lingkungan terdekat di tempat saya hidup, keluarga, sejak dulu selalu berusaha menjauhkan saya dari berbagai masalah. Keluarga saya cukup overprotective, bahkan sampai melampaui batas yang kurang sehat. Sejak kecil hidup saya dimudahkan, apa-apa dibantu atau dikerjakan orang lain, saya tidak diberikan ruang untuk berpikir dan bertindak sendiri. Di satu sisi wajar saja karena mereka orang tua yang lebih tau dan bijaksana berdasarkan pengalamanya, dan pasti karena mereka sangat menyayangi saya sehingga tak ingin hal buruk apapun menimpa diri saya. Itu alasan utama mereka. Saya mengerti. Namun saya berpikir, mereka terlalu egois, hanya memikirkan perasaan nyaman mereka mengetahui bahwa saya dalam keadaan aman dan nyaman, tanpa memikirkan dampak yang saya rasakan dari selalu hidup dalam keadaan tersebut. Mereka hanya memaksakan pandangan mereka terhadap saya. Karena saya telah sadar dari kecil, hidup itu tidak hanya di rumah. Di luar sana tidak ada seorang pun yang tahu apa definisi nyaman bagi saya, dan saya pasti dituntut untuk berfungsi di luar zona nyaman saya. Saya tahu hal tersebut dari keseharian saya di sekolah. Bergaul dengan kawan-kawan yang berbeda latar belakang, membuat saya sadar saya harus bisa beradaptasi. Dan hal tersebut belum tentu membuat saya merasa nyaman. Namun saya akan selamanya dihadapkan dengan lingkungan baru. Mulai dari situ saya berusaha sangat keras untuk merubah pola pikir dan melatih mental saya untuk lebih berani. Hingga sekarang perubahan yang terjadi pada diri saya sangat signifikan. Saya bisa menyesuaikan perilaku berdasarkan tindakan orang-orang terhadap saya, tidak peduli siapa mereka. Saya menjadi orang yang objektif, dan melihat segala sesuatu selalu dari berbagai pandangan. Itu salah satu siasat penyelesaian masalah bagi saya.
Banyak waktu saya habiskan di dalam rumah, sendiri bersama keluarga. Dulu saya sulit mendapat izin untuk keluar rumah bersama teman. Ya, saya beranggapan bahwa pada saat itu saya masih kecil dan belum begitu mengerti apa-apa. Cukup sepele memang, tapi membuat saya berpikir ketika alasan yang dilontarkan kurang logis. Lalu sejak kecil, semua pekerjaan saya selalu dibantu. Bayangkan, untuk sekedar mempersiapkan buku sekolah setiap hari, Om saya rela melakukannya agar tidak ada yang ketinggalan. Tapi saya kurang suka hal itu. Saya merasa lemah dibantu terus. Seakan-akan saya belum siap hidup. Dari kecil saya sudah berpikir sendiri. Saya sangat tidak suka dipandang lemah. Masalah saya, kenapa orang lain yang repot? Sejak saat itu saya sangat tidak suka jika orang lain yang tidak bersangkutan tahu akan masalah yang saya hadapi. Saya selalu memendam dan berpikir usaha apa yang harus saya lakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut sebelum orang lain tahu. Ketika masalah yang saya hadapi selesai, barulah terserah mau diapakan. Namun hal itu tidak menutup kemungkinan saya akan meminta bantuan dari orang lain. Jika saya benar-benar merasa bingung, tidak tahu harus apa, baru akan saya ceritakan kepada orang-orang yang saya percaya, dan tidak mudah bagi saya untuk asal percaya orang. Waktu itu saya duduk di kelas 2 SD, dan saya memutuskan untuk melakukan semuanya sendiri. Belajar sendiri. Kesalahan saya tanggung sendiri. And that felt great. Saya merasa bertanggungjawab. Merasa layaknya orang dewasa. Namun, karena terlalu sering terhindar dari masalah, ketika baru-baru dihadapi dengan sebuah masalah, ada keinginan untuk lari dan tidak mengakui kesalahan tersebut. Sulit rasanya untuk mengaku, semenjak itu saya takut salah. Sangat takut.
Saya belum sadar bahwa kesalahan bukan mendegradasi harga diri saya sebagai manusia, namun malah menjadikan saya pribadi yang lebih baik. Jauh lebih baik, tergantung bagaimana seseorang menyikapi masalah tersebut. Dan saya sangat hati-hati dalam memikirkan cara dalam mengatasi masalah. Namun lagi-lagi itu menjadi kesalahan terbesar saya, yakni takut salah. Namun, seiring berjalannya waktu, pola pikir saya berubah, saya banyak menghabiskan waktu berpikir sendiri, dan saya sadar bahwa perilaku takut salah tidak akan membawa saya kemana-mana. Dan itu merupakan kesalahan, mengapa saya melakukannya jika saya takut salah? Atau saya hanya takut dihakimi? Takut malu? Tidak, kenapa saya penakut? Untuk apa saya takut? Saya sering berlarut-larut memikirkan kesalahan yang saya buat tanpa melakukan sesuatu untuk menyelesaikannya. Payah. Saya benci, kecewa terhadap diri saya. Saya ikut membenci pola hidup di keluarga saya. Saya berpikir ingin hidup sendiri saja, agar saya dapat menjelajahi dan mempelajari segala aspek kehidupan agar saya dapat bersikap sebagaimana mestinya. Selama ini saya tertahan. Dan hal itu baru saya sadari dan terapkan saat saya menduduki kelas 3 SMP, di mana saya benar-benar punya konflik dengan orang lain. Di mana saya banyak kenal dan dikenal orang. Semakin saya terekspos, semakin tidak nyaman rasanya. Tapi itu dahulu. Sekarang sudah tidak begitu. Dulu saking takut salahnya saya rela mengorbankan perasaan saya atau melakukan hal yang menurut saya tidak benar semata mata agar menyenangkan hati orang tersebut. Lama-lama saya capek, kesal, dan merasa bodoh. Saya tidak suka merasa bodoh dan dibodohi. Hal itu yang memicu saya untuk berhenti memperlakukan diri saya seperti itu. Lebih bisa menyuarakan diri terlepas pengaruh orang lain, terutama dalam hal penyelesaian konflik. Saya berani konfrontasi.
Di masa SMA, saya semakin berkembang. Banyak ruang bagi saya untuk memperbaiki kualitas saya sebagai manusia dengan berbagai macam peran. Saya mendapat beberapa teman baru yang saya rasa bisa membantu saya berkembang. Saya ikut organisasi untuk melatih mental saya terutama dalam hal penyelesaian konflik. Saya tahu banyak hal. Saya sadar. Melek. Benar-benar membuka mata dan pikiran terhadap lingkungan sekitar. Saya banyak membaca. Banyak sekali. Tentang apapun yang menyangkut aspek kehidupan. Keinginan saya untuk belajar dan lebih ambisius. Saya cukup bersyukur ada di sini. Tapi saya akan tetap berusaha untuk menjadi jauh lebih baik dari diri saya hari ini. Berkaca dari permasalahan yang tidak seberapa yang telah saya lewati itu. Saya selalu belajar. Saya bisa lebih tegas. Tegas kepada diri sendiri maupun orang lain. Saya menikmati segala pressure yang diberikan. Jika kalian membaca tulisan ini, saya terkesan benci dan tidak suka keluarga saya dan menganggap mereka salah dan egois. Tidak. Saya teramat sangat mencintai seluruh anggota keluarga saya tanpa terkecuali. Tulisan ini sudah terlalu panjang, sampai pada detik ini, hal yang telah saya curahkan juga belum semua. Tapi sudahkan saja. Dibaca juga syukur. Ngga ya yaudah.
Solusi yang ingin saya berikan adalah, sering-sering lah kontemplasi. Hanya itu. Luangkan lah waktu kalian barang sebentar saja untuk refleksi. Pikirkan apa yang telah dan tidak kalian lakukan. Pikirkan dampaknya. Saya tidak menganjurkan kalian overthinking, hanya berpikir sesuai dengan kondisi yang ada. Buka mata dan pikiran, jangan terlalu santai melewati arus, jaga diri dan pola pikir, banyak banyak membaca dan mencari referensi dan pengalaman. Jangan takut terlibat dalam hal apapun. Segala hal dapat menyadarkan dan akhirnya merubah pandangan kalian terhadap sesuatu, yang agar tidak melenceng maka dari itu informasi dan referensi sangat dibutuhkan. Sudah lah. Tulisan ini akan lanjut di bagian selanjutnya. Sampai jumpa minggu depan.
No comments:
Post a Comment